Masuk ke Dalam; Keluar ke Mana?

Anda tentu sering mendengar orang bertanya, “Kalau masuk ke dalam, keluar arahnya ke mana?” Sebuah pertanyaan yang ada kalanya sulit dijawab. Bukankah demikian? Hal itu memang benar dan barangkali belum ada yang berupaya memberikan jawaban dengan meyakinkan. Di pihak lain, terdapat beberapa ungkapan setipe dengan masuk ke dalam tersebut. Melalui tulisan singkat ini, pertanyaan yang seolah tidak terjelaskan itu mudah-mudahan dapat dijawab.  Isi tulisan singkat ini juga diharapkan dapat meluruskan pemahaman tentang ungkapan-ungkapan, seperti masuk ke dalam dan setipenya, yang sebenarnya termasuk dalam kesalahan umum berbahasa Indonesia tersebut.

Tuturan setipe masuk ke dalam sebagaimana sudah dibicarakan pada paragraf pembuka di atas tentu sering terdengar (atau terbaca), seperti naik ke atas, turun ke bawah, bergeser ke samping, maju ke depan, atau mundur ke belakang. Tuturan-tuturan tersebut sering diproduksi oleh para pemakai bahasa Indonesia sehingga pertanyaan seperti judul tulisan ini pun sering terlontar. Berkaitan dengan hal itu, berikut ini akan dipaparkan dua kajian sederhana tentang mengapa keluar tidak ada pasangannya serta mengapa tuturan itu dimasukkan dalam kesalahan umum berbahasa Indonesia.

1. Mengapa Kata Keluar Tidak Ada Pasangannya?

Mengapa masuk bisa diikuti ke dalam, mundur diikuti ke belakang, maju diikuti ke depan, bergeser diikuti ke samping, naik diikuti ke atas, atau turun diikuti ke bawah, tetapi keluar tidak ada pasangannya? Hal ini bisa dijelaskan dengan menggunakan deretan sintaktis. Istilah ini mengacu kepada istilah dalam cabang linguistik morfologi, yakni deretan morfologis. Deretan morfologis dipakai untuk menguji atau mencari kata dasar sekumpulan kata yang tampak berakar kata sama. Dengan menganalogi kepada cara kerja deretan morfologis tersebut, deretan sintaktis dipakai untuk menentukan posisi kata keluar apakah satu lajur dengan kata masuk dan kata-kata lain yang satu posisi atau berada satu kolom dengan kelompok kata ke dalam dan setipenya. Bagaimana prosedur pengujiannya? Perhatikan deretan sintaktis di bawah ini.

Deretan Sintaktis 1

masuk       ke dalam

naik            ke atas

turun          ke bawah

maju           ke depan

mundur     ke belakang

bergeser    ke samping

————-     keluar

Susunan vertikal kelompok kata masuk ke dalam dan setipenya dan diikuti kata keluar pada urutan paling bawah dalam deretan sintaktis 1 di atas menunjukkan kekosongan sebelum kata keluar. Dikatakan ada kekosongan sebelumnya karena kata keluar sesungguhnya setipe dengan kelompok kata yang mengikuti kata masuk hingga bergeser. Jadi, keluar merupakan bentuk yang setipe dengan ke dalam, ke atas, ke bawah, ke depan, ke belakang, atau ke samping. Ini berarti pula bahwa kata (baca kelompok kata) keluar bukan diikuti, tetapi mengikuti kata-kata lain. Dengan demikian, kekosongan pada deretan sintaktis di atas dapat diisi dengan kata-kata tertentu. Perhatikan pula deretan sintaktis berikut.

Deretan Sintaktis 2

menuju    keluar

beranjak  keluar

pergi         keluar

berlari      keluar

berjalan   keluar

Paparan deretan sintaktis 2 itu menunjukkan bahwa sebetulnya sebelum kata keluar terdapat kata-kata yang dilesapkan oleh pemakai bahasa Indonesia ketika menuturkannya, seperti menuju, beranjak, pergi, berlari, atau berjalan. Pembuktian melalui deretan sintaktis 2 juga menunjukkan kata-kata yang mendahului kata keluar bisa lebih dari satu. Sebaliknya, kelompok kata ke dalam hanya bisa didahului satu kata, yakni masuk. Demikian pula dengan kelompok kata ke atas, ke bawah, ke depan, ke belakang, atau ke samping yang masing-masing juga hanya bisa didahului satu kata, yakni naik, turun, maju, mundur, atau bergeser.

Dengan kata lain dapat dijelaskan bahwa konstruksi sintaktis, seperti ke dalam, ke atas, ke bawah, ke depan, ke belakang, dan ke samping, merupakan konstruksi beku karena tidak memungkinkan varisai gramatikal yang lazim dan tidak memiliki produktivitas. Konstruksi-konstruksi itu masing-masing hanya bisa didahului satu karta, yaitu masuk, naik, turun, maju, mundur, dan bergeser. Tidak demikian halnya dengan kata keluar karena kata itu dapat didahului beberapa verba. Ini berarti pula kata keluar bukan merupakan konstruksi beku karena memiliki variasi gramatikal yang lazim dan memiliki produktivitas dengan produk tuturan bervariasi, seperti menuju keluar, beranjak keluar, pergi keluar, berlari keluar, dan berjalan keluar.

Selain itu, dengan melihat letak kata keluar yang tidak selajur atau sekolom dengan kata masuk dalam deretan sintaktis itu, itu juga menjelaskan kata keluar sebetulnya bukan berantonim dengan kata masuk, tetapi berantonim dengan ke dalam. Bukti lain bahwa masuk dan keluar tidak berantonim adalah kategori keduanya. Masuk berkategori verba (kata kerja), sedangkan keluar berkategori adverbia (kata keterangan) atau lebih tepatnya frase adverbial.

2. Konstruksi masuk ke dalam dan Setipenya Menyalahi Kaidah

Konstruksi masuk ke dalam dan setipenya termasuk kesalahan umum berbahasa Indonesia? Jawaban atas pertanyaan demikian adalah iya. Dalam pemakaian bahasa Indonesia, termasuk bahasa Indonesia ragam ilmiah, sering dijumpai penyimpangan kaidah yang berlaku sehingga mempengaruhi kejelasan pesan yang disampaikan. Penyimpangan dimaksud disebut dengan kesalahan umum dalam berbahasa Indonesia. Kesalahan umum berbahasa Indonesia dapat diklasifikasikan sebagai berikut: hiperkorek, pleonasme, dan kontaminasi.

Di antara ketiga jenis kesalahan umum berbahasa Indonesia itu, konstruksi masuk ke dalam dan setipenya masuk klasifikasi bentuk kesalahan pleonasme. Pleonasme adalah kesalahan berbahasa karena kelebihan dalam pemakaian kata yang sebenarnya tidak diperlukan. Dalam hal ini adalah penggunaan keterangan yang tidak diperlukan karena pernyataannya sudah cukup jelas. Pleonasme jenis ini (ada beberapa jenis pleonasme) dapat dilihat seperti dalam contoh di bawah ini.

Teknologi telekomunikasi semakin maju ke depan.

Keterangan berupa kelompok kata (frase) ke depan dalam contoh kalimat di atas tidak diperlukan. Kata maju dalam kalimat itu sudah mengandung atau memiliki komponen makna ke depan karena tidak mungkin maju mengandung makna ke atas, ke samping, atau ke belakang. Berdasarkan hal itu, konstruksi sintaktis maju ke depan dan juga masuk ke dalam, mundur ke belakang, naik ke atas, turun ke bawah, atau bergeser ke samping merupakan gejala pleonasme karena dalam konstruksi semacam itu terdapat penggunaan unsur kata yang berlebihan. Dengan demikian, contoh kalimat di atas dapat direkonstruksi menjadi kalimat yang benar dengan menghilangkan keterangan ke depan. Perhatikan perbaikannya di bawah ini.

Teknologi telekomunikasi semakin maju.

Pelesapan keterangan ke depan seperti dalam rekonstruksi contoh kalimat di atas juga mengikuti salah satu kaidah kalimat efektif. Kaidah kalimat efektif yang dimaksud adalah syarat kehematan.

3. Penutup

Tuturan masuk ke dalam dan setipenya memang lazim diproduksi oleh penutur bahasa Indonesia. Karena sudah lazim, bukan berarti tuturan itu berterima secara gramatikal. Jika turutan masuk ke dalam dan setipenya dianggap gramatikal, tentu lantas tidak lahir sebuah pernyataan, “Masuk ya tentu ke dalam”. Ini menunjukkan para penutur bahasa Indonesia sebetulnya menolak kegramatikalan kelompok kata masuk ke dalam dan setipenya karena sebagai penutur bahasa Indonesia, mereka tentu mengetahui sistem bahasanya, termasuk sistem pembentukan makna konstruksi masuk ke dalam dan setipenya. Dalam benak penutur bahasa Indonesia sudah ada pengetahuan bahwa kata masuk tentuk mengandung makna ke dalam; bukan mengandung arah yang lain. Jadi, dengak kata lain mereka mengetahui bawa ketika menuturkan kata masuk sesungguhnya tidak perlu diikuti keterangan ke dalam. Mengapa masih terproduksi tuturan semacam itu? Hal ini terjadi karena faktor kebiasaan.

Akhirnya, tulisan singkat ini diharapkan dapat memberi sedikit pencerahan tentang bagian kecil dari tata bahasa Indonesia. Dengan demikian, penutur bahasa Indonesia bisa memproduksi bahasa Indonesia dengan lebih baik sehingga melalui kajian sederhana ini sedikit terpenuhilah slogan yang berbunyi, “Gunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar”.

20 tanggapan untuk “Masuk ke Dalam; Keluar ke Mana?

  1. Misi om, numpang tanya?
    1. Apa perbedaan “keluar” dan “ke luar”? Apakah penulisan salah satunya salah?
    2. Ada “ke dalam” ada ” di dalam”. Kalau ada “ke luar” maka ada “di luar”. Bagaimana kedudukan kedua kata tersebut?
    Thanks…. 🙂

    salam — hanyagita —

    1. Saya bantu jawab ya,

      1.
      a.) Keluar (disambung) merupakan kata kerja, sebuah proses bergerak dari sebelah dalam ke sebelah luar
      Contoh : Adi sedang keluar membeli makan / Air matanya keluar.

      b.) Ke Luar (dipisah) merupakan keterangan tempat, yang menunjukan sesuatu berada d luar.
      Contoh : Ibu Guru menyuruh Adi menaruh asbak itu ke luar ruangan / mereka sedang ke luar angkasa.

      2. “ke luar” dan “di luar” berbeda meskipun hampir sama.

      Untuk kata “KE LUAR” bisa berarti objek / subjek yang dimaksud dimaksudkan / sedang berproses / menuju ke luar. Untuk kata “DI LAR” objek / subjek sudah berada di luar bukan lagi proses / menuju ke luar.

      Contoh :
      a.)
      Ani berobat di luar negri (Ani sudah berada di luar negri dan sedang berobat)
      Ani berobat ke luar negri (Ani pergi menuju luar negri dalam proses untuk berobat)

      TAPI Ada beberapa kondisi kata “di luar” tidak dapat digantikan dengan “ke luar”, biasanya terjadi jika diawali dengan keterangan tempat, contoh:

      b.) Pot itu berada di luar (tida bisa diganti menjadi Pot itu berada ke luar, karena Pot adalah benda mati dan tidak dapat mengalami perubahan posisi. kecuali kalimatnya dirubah menjadi Pot itu sedang dibawa ke luar)

  2. Misi om, umpang tanya?
    1. Apa perbedaan “keluar” dan “ke luar”? Apakah penulisan salah satunya salah?
    2. Ada “ke dalam” ada ” di dalam”. Kalau ada “ke luar” maka ada “di luar”. Bagaimana kedudukan kedua kata tersebut.
    Thanks…. 🙂

    salam — hanyagita —

  3. masuk = ke dalam
    keluar = nyari angin

    wkwkwkwkwk 😀

    ngomong2 pleonasme itu apa bang? gak dijelasin ah..

    tp bener sih, dulu pernah denger nih (kalau nggak salah yang ngomong guru saya dulu, waktu sekolah).. katanya “masuk ke dalam” itu kayak makan kerupuk: kenyang tapi gak ada gizinya.

    1. hahahaha iya ya… keluar nyari sesuatu… 😀
      Pleonasme itu salah satu bentuk gejala kesalahan berbahasa Indonesia, yakni penggunaan unsur (seperti kata) yang berlebih-lebihan. Karena kata masuk sudah mengandung makna ke dalam, tidak perlu lagi kata masuk diikuti kelompok kata ke dalam. Begitu, Dek. Moga penjelasan abang mudah dipahami ya… 🙂
      Terima kasih atas apresiasinya ya.

        1. Iya, kebetulan guru bahasa Indonesia.
          Dalam bertutur memang harus berhati-hati biar informasi yang ingin disampaikan bisa tepat dan jelas. Kehati-hatian itu dapat ditunjukkan dengan salah satunya pemilihan kata yang tepat dan sesuai gagasan. Begitu, Adek… 😀

Tinggalkan komentar